Minggu, 22 Februari 2015

Dapur Sendy

Karena tempat dinas ayah yang dekat sama laut, keluarga kami akhirnya jadi sering makan ikan laut segar dan hasil laut lainnya, lumayan buat menambah kecerdasan :D. Nah, salah satunya udang. Udang mengandung banyak vitamin dan mineral seperti vitamin D, B12, E, C, fosfor, selenium, dan asam amino. Yang terpenting adalah, udang lemaknya sedikit hahaha. Langsung saja yuk kita lihat karya hari ini..

Udang Bawang Pedas

Bahan :
  • 900 gram udang windu (tapi udang apa saja juga enak kok), kupas dan bersihkan
  • 4 siung bawang putih, cincang
  • 6 sdm air
  • 5 sdm kecap asin
  • 2 sdm minyak wijen
  • 4 sdm saus tomat
  • 2 sdm gula (kamu bisa kurangi atau tambah kalau suka manis)
  • 1 sdt tepung maizena
  • 2 cm jahe, cincang
  • 2 buah cabai merah besar, potong serong
  • 2 batang daun bawang, iris halus
  • 5 sdm minyak untuk menumis
Cara membuat :
  1. Buat saus, di mangkuk kecil campurkan air, kecap asin, minyak wijen, saus tomat, gula, dan tepung maizena. Aduk hingga rata.
  2. Tuang 3 sdm minyak ke dalam pan anti lengket, panaskan dan masukkan udang. Masak udang kurang lebih selama 2 menit sampai udangnya juicy dan kemerahan. Angkat dan sisihkan.
  3. Tuang sisa minyak dan panaskan di atas pan, masukkan jahe, bawang putih, cabai, dan setengah dari irisan daun bawang, tumis sampai harum, lalu masukkan saus tadi. Aduk sampai saus mengeluarkan gelembung-gelembung, lalu masukkan udang. Aduk hingga rata dan masak kira-kira selama semenit, terakhir, masukkan sisa irisan daun bawang.


 Sudah jadiiii, ambil piring sama nasi panas, selamat makan :D

Minggu, 15 Februari 2015

Kenangan

Hari ini aku, sebut saja pulang, ke kota kita. Tempat dimana kali pertama aku mengenal selengkung senyum yang sekarang telah terniscaya menjadi bentuk sebuah rindu. Aku mempercepat langkah kakiku. Menapaki jalanan Jogja yang pernah kita susuri. Diam-diam aku merasakan dingin di antara teriknya sore hari. Aku tiada henti-hentinya menghela nafas dan, berandai...

Itu tempat kita beli ronde..

Itu tempat kita duduk..

Itu trotoar yang pernah kita susuri..

Dan oh, itu warung mie rebus kubis..

Benarkah dua bulan saja cukup untuk membuat kita merasa asing dengan apa yang dulu pernah kita akrabi? Gema-gema itu sungguh ku kenali, namun semu. Seperti saat kita mengingat apa yang dulu bertahun-tahun lalu telah kita lalui. Pikiranku melayang ke ratusan ribu detik yang lalu. Mengisi dua jendelaku dan mencari nafasmu. Namun sore ini, yang kusapa hanya rindu.

Manusia hidup bersama kenangan. Kenangan ikut andil dalam membentuk pribadi seseorang. Tentang hal ini bagiku rasanya tidak enak. Aku sudah bilang kalau aku sulit merendam rindu yang kadang aku tak tau datangnya darimana. Aku senang merindu. Rindu membuktikan perasaan kita kepada seseorang. Namun, ketika rindu malah berbalik menusuk-nusuk dan mulai terasa menyakitkan, apa lagi yang bisa kulakukan selain menengadah dan mengirimkan doa-doa?

Aku tak peduli lagi dengan delman, becak, orang lalu lalang, atau bahkan, penjual ronde yang melintas-lintas di depan mataku. Karena tatapanku kosong, tatapanku tidak di sini, ia mengelana mencari-cari hati di setiap sudut kota Jogja, yang semakin membuat aku yakin bahwa kau, amat sangat jauh dari apa yang telah aku kira-kira. Aku bingung sendiri. Mencari hati ternyata sesulit ini. Tapi mungkin mas-mas penjual ronde itu lebih bingung kenapa aku tidak beli...

Ah.. Kenangan. Apa daya yang bisa aku lakukan untuk membuat gusarmu tenang? Aku akui aku memang memakan apa saja tapi ini adalah sesuatu yang lebih dari sekedar ronde hangat dan mie rebus panas dengan kubis di dalamnya. Ini adalah, perasaan yang ada ketika melakukan hal-hal itu dengan tidak sendirian. Makan mie rebus bersama tentu sangat mengasikkan walaupun tidak kenyang. Dan pada dasarnya, bukan itu yang aku cari, bukan itu yang ingin aku ulangi. Lalu kau bertanya mengapa aku kedinginan di antara teriknya sore hari;

Karena aku mengenang senyummu ketika melihatku menghabiskan rondenya
Karena aku mengenang binar-binarmu ketika membanggakanku yang seadanya
Karena aku, mengenang kau...

-Kristalia Sandria, sore itu di Malioboro.