Minggu, 15 Februari 2015

Kenangan

Hari ini aku, sebut saja pulang, ke kota kita. Tempat dimana kali pertama aku mengenal selengkung senyum yang sekarang telah terniscaya menjadi bentuk sebuah rindu. Aku mempercepat langkah kakiku. Menapaki jalanan Jogja yang pernah kita susuri. Diam-diam aku merasakan dingin di antara teriknya sore hari. Aku tiada henti-hentinya menghela nafas dan, berandai...

Itu tempat kita beli ronde..

Itu tempat kita duduk..

Itu trotoar yang pernah kita susuri..

Dan oh, itu warung mie rebus kubis..

Benarkah dua bulan saja cukup untuk membuat kita merasa asing dengan apa yang dulu pernah kita akrabi? Gema-gema itu sungguh ku kenali, namun semu. Seperti saat kita mengingat apa yang dulu bertahun-tahun lalu telah kita lalui. Pikiranku melayang ke ratusan ribu detik yang lalu. Mengisi dua jendelaku dan mencari nafasmu. Namun sore ini, yang kusapa hanya rindu.

Manusia hidup bersama kenangan. Kenangan ikut andil dalam membentuk pribadi seseorang. Tentang hal ini bagiku rasanya tidak enak. Aku sudah bilang kalau aku sulit merendam rindu yang kadang aku tak tau datangnya darimana. Aku senang merindu. Rindu membuktikan perasaan kita kepada seseorang. Namun, ketika rindu malah berbalik menusuk-nusuk dan mulai terasa menyakitkan, apa lagi yang bisa kulakukan selain menengadah dan mengirimkan doa-doa?

Aku tak peduli lagi dengan delman, becak, orang lalu lalang, atau bahkan, penjual ronde yang melintas-lintas di depan mataku. Karena tatapanku kosong, tatapanku tidak di sini, ia mengelana mencari-cari hati di setiap sudut kota Jogja, yang semakin membuat aku yakin bahwa kau, amat sangat jauh dari apa yang telah aku kira-kira. Aku bingung sendiri. Mencari hati ternyata sesulit ini. Tapi mungkin mas-mas penjual ronde itu lebih bingung kenapa aku tidak beli...

Ah.. Kenangan. Apa daya yang bisa aku lakukan untuk membuat gusarmu tenang? Aku akui aku memang memakan apa saja tapi ini adalah sesuatu yang lebih dari sekedar ronde hangat dan mie rebus panas dengan kubis di dalamnya. Ini adalah, perasaan yang ada ketika melakukan hal-hal itu dengan tidak sendirian. Makan mie rebus bersama tentu sangat mengasikkan walaupun tidak kenyang. Dan pada dasarnya, bukan itu yang aku cari, bukan itu yang ingin aku ulangi. Lalu kau bertanya mengapa aku kedinginan di antara teriknya sore hari;

Karena aku mengenang senyummu ketika melihatku menghabiskan rondenya
Karena aku mengenang binar-binarmu ketika membanggakanku yang seadanya
Karena aku, mengenang kau...

-Kristalia Sandria, sore itu di Malioboro.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar