Minggu, 12 April 2015

Tenanglah Tenang...

Mungkin lelah kalau ia terus menghitung-hitung detik yang ada dalam delapan bulan. Menunggu di antara jarak-jarak luas yang bahkan besok akan lebih luas lagi. Di antara pepulauan, di lautan.

Sanggupkah ia hanya berbisik merindu di batas daratan? Mencari air yang berdebur untuk sembunyikan isakan kesepian? Lalu ketika dulu ia jatuh hati, apa dapatnya? Inikah, jatuh hati, sebahagia kelahiran, dan sepilu luka? Seindah pipi yang semu semu merah, dan sesesak ribu helaan napas yang tak kunjung tenangkan hatinya?


Ketika rindu mengiris-iris, tentu saja satu lebih ringan dari dua.


Tentu saja ia akan bahagia dalam waktu yang panjang.


Namun, kenapa menunggu bila tak benar-benar ingin pulang? 


"Allah, aku mencintainya. Aku hanya ingin dia. Aku tak ingin yang lain."

Ia terus-menerus mendoa..
Lalu ia menitipkan, lalu ia mengikhlaskan, menenggelamkan sakit yang minta-minta imbalan.
Akhirnya tenanglah ia, jiwa yang merindukan belahannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar