Rabu, 28 Januari 2015

Ayahku

Pagi ini aku baru saja habis mandi dan sebuah nama muncul di layar hpku. Begitu melihatnya cepat-cepat kuangkat telepon itu. "Assalamualaikum, ayah."

Betapa aku merindui lelaki paruh baya ini. Suaranya selalu berhasil menyejukkan sepetak ruang hatiku -dengan nama ayah di dalamnya- yang agak mengering. Ayah.. Apa kabar hari ini? Ayah sehat? Ayah sudah makan? Sendy kangen ayah. Ayah lagi apa?.

Aku ((((mungkin)))) telah terbiasa dengan keadaan yang kami alami saat ini. Sejenis long distance relationship. Dimana aku tidak dapat selalu menggandeng tangan, atau sekedar memandang mata ayah. Ayah selalu punya nasehat-nasehat ajaib untukku. Meskipun sekarang hanya bisa kudengar tawanya yang keras itu lewat telepon.

Jarak telah memisahkan aku dan ayah. Tanggung jawab tugas yang diberikan kepada ayah dan studiku memaksa kami untuk tidak berdekatan. Namun dari sini, aku masih bisa mengirimkan sebuah pesan singkat berisi rindu, kapan saja, lewat apa yang aku sebut telepati. Bukan telepati dari topi telepati seperti milik Doraemon, tapi yang seperti punyaku dan ayah. Sejenis kata sandi yang hanya aku dan ayah yang tau.

Ayah sangat sayang padaku. Begitu juga aku. Ayah selalu memberikan apapun yang aku inginkan. Bahkan ayah memberikannya tanpa aku minta. Aku tak pernah minta boneka, baju, atau sepatu baru selama yang lama masih ada. Tapi ayahlah yang membuat lemari bajuku penuh sesak. Namun begitu bukan berarti ayah tak pernah marah padaku. Ayah tak jarang memarahiku, namun setelah kami bertengkar kami membeli es krim bersama dan berbaikan.

Dewasa ini, aku jarang berdekatan dengan ayah. Dan sungguh rasanya ada sesuatu dalam hatiku yang memudar. Blurred. Seperti rasa kosong. Walaupun aku bisa kapan saja meminta ayah untuk pulang menjengukku, tapi aku tak mau mengganggu tanggung jawabnya yang akan diadili di akhirat nanti.

Berbahagialah kalian yang setiap kali pulang ke rumah bisa langsung melihat ayah kalian, atau menunggu ayah pulang dari kantor sambil nonton tv. Bisa membuatkan kopi untuk minum ayah di sore hari, atau membantu ayah menyemen garasi. Aku pernah membantu ayah menyemen garasi, tapi hasil semenanku jelek, jelek sekali.

Ayah di Pulau Bangka dan aku di Jawa. Pernah waktu itu saat aku berkunjung ayah mengajakku ke pantai. Berdiri di depan sebuah samudera membuatku tersadar. Bentangan biru itu indah, ayah, gugusan riak-riaknya sejumlah dengan rindu. Rinduku pada ayah.

Untuk ayah yang selalu tau kemana bintang mengarah

Untuk ayah yang selalu tenangkan badainya 

Sungguh rindu ini akan terus ada
 
***

Pagi ini aku baru saja habis mandi dan sebuah nama muncul di layar hpku. Lalu ayah bertanya tentang sesuatu yang menurutku agak janggal. Ayah bertanya apakah aku punya waktu untuk mengobrol dengannya.

"Waalaikumsalam. Sweetheart, do you have some time for me?".

Tentu saja aku segera menjawab:

"I have centuries."

-Kristalia Prayitno, yang dengan bangga memakai nama belakangmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar